Rabu, 20 April 2011

PENGARUH KEADILAN ORGANISASIONAL TERHADAP INTENSITAS KEMANGKIRAN PEGAWAI DI PEMERINTAH KOTA METRO

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Penelitian tentang keadilan organisasional mengalami perkembangan yang sangat pesat pada beberapa tahun terakhir. Persepsi keadilan distributif, prosedural, dan interaksional yang dipandang sebagai komponen utama keadilan organisasional dihubungkan dengan beraneka ragam hasil dari suatu pekerjaan, seperti pelaksanaan kegiatan, perilaku suatu kelompok dan sikap kerja (Cropanzano et. al, 2000).
Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa perlakuan adil berhubungan erat dengan perilaku kerja dan pencapaian kinerja yang lebih tinggi (Konovsky, 2003). Sebagai konsekuensi dari hal di atas, banyak peneliti pada bidang akuntansi keperilakukan melakukan pengujian kembali tentang konsep keadilan dalam organisasi (Greenberg 1990 dalam Cropanzano et. al, 2000). Secara garis besar para pegawai akan mengevaluasi keadilan dalam tiga klasifikasi peristiwa yaitu hasil yang mereka terima dari organisasi (keadilan distribusi), kebijakan formal atau proses dengan mana suatu pencapaian dialokasikan (keadilan prosedural), dan perlakuan yang diambil oleh pengambil keputusan antar personal dalam organisasi (keadilan interaksional), Cropanzano et. al (2000).
Para peneliti ilmu-ilmu sosialpun sudah lama mengakui pentingnya pemahaman tentang keadilan organisasional sebagai syarat utama memahami efektifnya fungsi organisasi dan kinerja pegawai yang mereka pekerjakan (Greenberg, 1990). Peneliti yang lain menegaskan lagi bahwa persepsi keadilan sudah lama telah menjadi variabel explanatory dalam penelitian organisasi antara lain (Lam, Schaubroeck, dan Aryee, 2002). Keadilan organisasional menggambarkan persepsi individu atau kelompok tentang kewajaran perilaku yang mereka terima dari sebuah organisasi dan reaksi perilaku mereka terhadap persepsi tersebut.
Secara spesifik, Parker dan Kohlmeyer (2005) mendefinisikan keadilan organisasional sebagai kondisi pekerjaan yang mengarahkan individu pada suatu keyakinan bahwa mereka diperlakukan secara adil atau tidak adil oleh organisasinya. Lebih jauh dijelaskan bahwa keadilan organisasi merupakan motivator penting dalam suatu lingkungan pekerjaan. Ketika individu merasakan suatu ketidakadilan, moral mereka akan turun, mereka kemungkinan besar akan meninggalkan pekerjaannya, dan bahkan mungkin membalas dendam terhadap organisasinya.
Walaupun banyak studi yang telah dilakukan dalam bidang psikologi yang menunjukkan pentingnya pemahaman tentang keadilan organisasi, namun belum banyak studi yang membahas tentang keadilan organisasi yang terkait dengan literatur akuntansi. Pengecualian yang dapat dicatat misalnya: Siegel, Reinstein, dan Miller (2001), yang menginvestigasi hubungan antara keadilan organisasi dan program pendampingan (mentoring), dan selanjutnya Parker dan Kohlmeyer (2005), yang menemukan bahwa persepsi keadilan yang diproksikan dalam diskriminasi yang dirasakan (perceived discrimination) mempengaruhi tingkat intensitas kemangkiran melalui intermediasi komitmen organisasional (organizational commitment) dan kepuasan (job satisfaction). Parker dan Kohlmeyer (2005) menjelaskan keadilan organisasional meliputi persepsi anggota organisasi tentang kondisi keadilan yang mereka alami dalam organisasi, secara khusus tentang rasa keadilan yang terkait dengan alokasi penghargaan organisasi seperti gaji dan promosi. Rasa keadilan akan muncul ketika otoritas organisasi konsisten dan tidak bias dalam pengambilan keputusan organisasi terutama terkait dengan alokasi gaji dan promosi. Aturan organisasi yang tidak konsisten dan bias terhadap individu adalah suatu tindakan diskriminasi, sehingga muncul rasa diskriminasi (perceived discrimination) oleh individu.
Untuk kasus di Indonesia, fenomena intensitas kemangkiran pegawai pemerintah daerah disadari benar, baik oleh akademisi maupun praktisi. Yunus (1992) dalam Setiawan (2005) menyatakan bahwa rasa ketidakadilan dalam kebijakan mendorong tingginya intensitas kemangkiran pegawai pemerintah daerah. Selain itu, kemangkiran pegawai juga didorong oleh kurangnya pengawasan dari pimpinan dan rendahnya komitmen pegawai pada organisasi yang dimiliki. Berkaitan dengan fenomena dan realita di atas, beberapa peneliti telah melakukan pengujian untuk meneliti faktor-faktor yang mendorong kemangkiran pegawai, antara lain Suwandi dan Indriantoro (1999); Ratnawati dan Kusuma (2002)
Perasaan diskriminasi yang dialami seorang pegawai dalam suatu organisasi termasuk di pemerintah daerah Kota Metro dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik pada tingkat individu maupun pada organisasi secara keseluruhan. Salah satunya adalah munculnya intensitas kemangkiran pegawai. Dalam beberapa kasus, menunjukkan bahwa kemangkiran pegawai pemerintah daerah relatif cukup tinggi. Selain dampak perilaku, tingginya tingkat kemangkiran tersebut akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik biaya pelatihan pegawai maupun tingkat kinerja yang mesti dikorbankan. Bahkan, berdasarkan informasi yang diperoleh dari tim gabungan Inspektorat serta Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Kota Metro bahwa disiplin pegawai pemerintah di Kota Metro tidak juga menunjukkan peningkatan meskipun sudah dibentuk tim monitoring penegakan disiplin pegawai. Terbukti, inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan menemukan puluhan pegawai dari berbagai satuan kerja yang mangkir.
Menyadari pentingnya pemahaman keadilan organisasional (organizational justice) sebagai landasan pemahaman tentang efektivitas organisasi dan perilaku pegawai, mendorong peneliti untuk menguji pengaruh keadilan organisasional terhadap kepercayaan pada pimpinan dan komitmen organisasi. Pengaruh tersebut, selanjutnya mungkin berpengaruh terhadap intensitas kemangkiran pegawai pemerintah daerah di Kota Metro.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.Apakah keadilan organisasional yang diproksikan dengan diskriminasi yang dirasakan (perceived discrimination) berpengaruh negatif terhadap kepercayaan pada pimpinan.
2.Apakah keadilan organisasional yang diproksikan dengan diskriminasi yang dirasakan (perceived discrimination) berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasi.
3.Apakah keadilan organisasional yang diproksikan dengan diskriminasi yang dirasakan (perceived discrimination) berpengaruh positif terhadap intensitas kemangkiran pegawai.
4.Apakah kepercayaan pada pimpinan perpengaruh negatif terhadap intensitas kemangkiran pegawai.
5.Apakah komitmen organisasi perpengaruh negatif terhadap intensitas kemangkiran pegawai.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian masalah di atas, tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.Menginvestigasi dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh keadilan organisasional terhadap kepercayaan pada pimpinan, komitmen organisasi dan intensitas kemangkiran pegawai pemerintah Kota Metro.
2.Menginvestigasi dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kepercayaan pada pimpinan dan komitmen organisasional terhadap intensitas kemangkiran pegawai pemerintah Kota Metro.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa kontribusi teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai pengaruh keadilan organisasional pada sikap pegawai berupa kepercayaan pada pimpinan, komitmen organisasi dan intensitas kemangkiran pegawai berdasarkan pengujian empiris di bidang akuntansi keprilakuan. Selain itu, dapat meningkatkan pemahaman dan memprediksi model pengaruh antar variabel tersebut secara terpadu (integrated model).
Hasil penelitian juga memberikan manfaat praktis berupa saran bagi pimpinan pemerintah daerah untuk memahami berbagai aspek perilaku terkait dengan intensitas kemangkiran pegawai. Dengan menelusuri faktor-faktor penyebab timbulnya kemangkiran dan selanjutnya secara potensial dapat memberikan kegunaan bagi perancangan karir dan promosi jabatan.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian
Penelitian tentang pengaruh keadilan organisasional terhadap intensitas kemangkiran pegawai ini merupakan salah satu penelitian yang dilakukan secara Cross Section. Penelitian ditujukan untuk menguji hipotesis, sehingga dapat dikategorikan sebagai metode penelitian kuantitatif (quantitative research).

Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian meliputi seluruh pegawai struktural dilingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di pemerintahan Kota Metro. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan perangkat daerah pada pemerintahan daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang, pada penelitian ini meliputi dinas daerah, dan lembaga teknis daerah yaitu badan daerah dan kantor.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu metode penentuan sampel dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Kriteria sampel penelitian ini yaitu: (1) pegawai struktural SKPD dan serendah-rendahnya eselon 3; (2) menduduki jabatan struktural minimal satu tahun. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada ukuran sampel yang disyaratkan dengan analisis data menggunakan Model Persamaan Struktural (SEM). Menurut Ghozali (2008) jumlah sampel yang diperlukan dalam estimasi likelihood dengan SEM berkisar 100 sampai 200 sampel.
Pemerintah Kota Metro terdiri dari 27 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Sehingga untuk mendapatkan sampel yang diinginkan dikirimkan kuesioner sebanyak 150 kuesioner dengan ketentuan masing-masing 6 (enam) kuesioner. Namun, untuk badan daerah hanya 5 (lima) kuesioner hal ini disesuaikan dengan persyaratan penentuan responden dengan metode purposive sampling sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Definisi Operasional Variabel
Variabel penelitian ini terdiri dari:
1.Variabel eksogen penelitian ini yaitu keadilan organisasional yang mempengaruhi nilai variabel lain dalam model. Keadilan organisasional dalam hal ini diproksikan dengan diskriminasi yang dirasakan (perceived discrimination) oleh pegawai Pemerintah Kota Metro. Diskriminasi yang dirasakan merupakan persepsi pegawai mengenai adanya potensi bias dalam proses pembuatan keputusan yang meliputi penghargaan organisasi khususnya terkait gaji/tunjangan dan promosi jabatan.
2.Variabel endogen yaitu kepercayaan pada pimpinan, komitmen organisasi dan intensitas kemangkiran pegawai yang dipengaruhi oleh variabel eksogen dalam model, baik pengaruh secara langsung maupun tidak langsung.
Kepercayaan kepada pimpinan merupakan persepsi bahwa pimpinan berniat baik dan relevan terhadap karir dan status pegawai. Komitmen organisasi merupakan kekuatan yang bersifat relatif dan individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Sedangkan Intesitas kemangkiran pegawai menunjukkan adanya niat pegawai pemerintah Kota Metro untuk meninggalkan tugas/pekerjaan di tempat kerjanya.
Masing-masing variabel penelitian di atas diukur menggunakan skala Likert yaitu: 1 sampai dengan 5, dengan ketentuan sebagai berikut:
1 = Sangat tidak setuju
2 = Tidak setuju
3 = Netral
4 = Setuju
5 = Sangat setuju.

Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dikirimkan kepada responden. Kuesioner yaitu pengumpulan data melalui daftar pertanyaan/pernyataan tertulis yang disusun untuk mendapatkan informasi atau keterangan dari beberapa orang. Pendistribusian kuesioner penelitian ini dilakukan dengan cara mail survey, dimana kuesioner disampaikan secara langsung kepada masing-masing kepala SKPD untuk didistribusikan kepada responden sesuai dengan persyaratan responden penelitian. Selanjutnya, kuesioner yang telah diisi/dijawab akan diambil oleh peneliti sesuai waktu yang ditentukan.

Teknik Analisis Data
Uji Non Respon Bias
Pengujian non response bias dilakukan untuk mengetahui perbedaan karakteristik jawaban dari responden yang mengembalikan kuesioner yang sesuai dengan batas waktu pengembalian dengan responden yang terlambat mengembalikan kuesioner. Pengujian non response bias dilakukan dengan uji independen sampel t-test. Apabila nilai t hitung menunjukkan tingkat signifikansi di atas 0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor jawaban pada dua kelompok responden, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok berasal dari populasi yang sama.

Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui gambaran secara umum mengenai data responden penelitian. Menurut Ghozali (2008), statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum dan minimum data yang menggambarkan profil responden.

Analisis Structural Equation Modeling (SEM)
Semua hipotesis penelitian ini akan dianalisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan software AMOS versi 16.0. Berdasarkan kajian teoritis yang ada dapat dibuat gambar diagram jalur hubungan kausalitas antar konstruk beserta indikatornya sebagai berikut:

Penelitian ini akan menguji hubungan kausalitas sehingga menggunakan matriks varian dan kovarian (Hair et al. 1998). Teknik estimasi yang dipergunakan adalah Maximum Likelihood Estimation. Estimasi structural equation model dilakukan dengan analisis full model untuk melihat kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun dalam model uji.
1.Estimasi model pengukuran
Untuk menguji unidimensional dari konstruk eksogen dan endogen digunakan teknik confirmatory factor analysis. Jika probabilitas yang dihasilkan signifikan berarti hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara matriks kovarians sampel dan matriks kovarians populasi yang diestimasikan tidak dapat ditolak atau hipotesis nol diterima sehingga digunakan uji-t terhadap regression weight. Jika critical ratio (CR) > 2,0 menunjukkan variabel-variabel tersebut secara signifikan merupakan dimensi dari variabel laten yang dibentuk (Ferdinand 2006).
2.Model persamaan struktur
Estimasi terhadap model persamaan struktur dilakukan dengan menganalisis model untuk melihat kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun dengan model yang diuji. Jika tingkat signifikansi terhadap Chi- square (X) adalah p > 0,05, maka model tersebut sesuai dengan data yang tersedia.
Sedangkan kesesuaian model penelitian ini dievaluasi dengan telaah berbagai kriteria goodness-of-fit. Tindakan pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi asumsi-asumsi SEM, sebagai berikut:
a.Ukuran Sampel
Penentuan sampel minimum dalam penelitian ini menggunakan teknik Maximum Likelihood Estimation. Menurut Ferdinand (2006) ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam permodelan teknik Maximum Likelihood Estimation ini adalah minimum berjumlah 100 sampel.
b.Evaluasi terpenuhinya asumsi normalitas data
Normalitas univariat dan multivariat dievaluasi dengan menggunakan tabel yang dihasilkan dari penggunaan program AMOS. Dengan menggunakan kriteria nilai kritis (critical ratio) sebesar  1,96 pada tingkat signifikansi 0,05. Jika critical ratio dari masing-masing variabel lebih besar atau sama dengan  1,96 maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan mempunyai sebaran yang tidak normal.
c.Outliers
Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yang muncul kaarena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya.
d.Multicolinearity dan Singularity
Determinan dari matriks kovarians sampel lebih besar dari nol dapat disimpulkan tidak terjadi Multicolinearity dan Singularity, maka data layak digunakan.
e.Evaluasi indeks goodness-of- fit
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk melihat suatu model diterima atau ditolak, yaitu:
1)Significance Probability (p) untuk menguji tingkat signifikansi model.
2)The Root Mean Square Error Of Approximation (RMSEA) merupakan sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi Chi-square statistic dalam sampel yang besar. Nilai yang dapat diterima berkisar antara 0,05-0,08.
3)Goodness-of- fit Index (GFI). Kriteria yang digunakan antara 0 (poor fit) sampai dengan 1 (better fit). Nilai yang mendekati 1 menunjukkan tingkat kesesuaian yang semakin baik.
4)Adjusted Goodness-of Fit Index (AGFI). AGFI merupakan perluasan dari GFI dengan nilai yang disesuaikan dengan rasio derajat kebebasan (degree of freedom). AGFI yang diterima jika nilainya lebih besar atau sama dengan 0,9.
5)Tucker Lewis Index (TLI) yang membandingkan model yang diuji dengan baseline model. Nilai yang direkomendasikan sama atau > 0,95 dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan very good fit.
Sebuah model dinyatakan layak jika masing-masing indeks tersebut mempunyai cut of value seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:

TABEL 4.1.
GOODNESS OF FIT INDECES

Chi-square χ2 Diharapkan kecil
Significance Probability ≥ 0.05
RMSEA ≤ 0.08
GFI ≥ 0.90
AGFI ≥ 0.90
TLI ≥ 0.95
Sumber: Ferdinand (2006)
Langkah terakhir dalam analisis SEM adalah menginterpretasikan dan memodifikasi bagi model-model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. Untuk modifikasi sebuah model perlu mengamati standardized residual yang dihasilkan oleh model tersebut. Model yang baik mempunyai standardized residual varian yang kecil (Ferdinand, 2006). Batas keamanan untuk jumlah residual adalah 0,05. Bila jumlah residual lebih besar dari 0,05 dari semua residual kovarians yang dihasilkan oleh model, maka sebuah model perlu dimodifikasi. Selanjunya, Ferdinand (2006) menyatakan apabila nilai residual yang dihasilkan ≥ 1,96 dan diinterpretasikan sebagai signifikan secara statistik pada tingkat 0,05 menunjukkan adanya prediction error yang substansial untuk sepasang indikator.

Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis mengenai kausalitas yang dikembangkan dalam model ini, perlu diuji hipotesis nol yang menyatakan bahwa koefisien regresi antara hubungan adalah sama dengan nol melalui pengamatan terhadap nilai regression weight pada kolom critical ratio (CR) yang dihasilkan oleh program AMOS. Nilai CR dibandingkan dengan nilai kritisnya yaitu ± 1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05. Apabila nilai CR > ± 1,96 dengan tingkat signifikansi < 0,05 maka varibel eksogen berpengaruh terhadap variabel endogen. Dan apabila nilai CR < ± 1,96 dengan tingkat signifikansi > 0,05 maka varibel eksogen tidak berpengaruh terhadap variabel endogen.
Sedangkan Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung model yang dianalisis dapat diidentifikasi melalui path coefficients yang dihasilkan oleh program Amos. Dari path coefficients tersebut perlu dipisahkan antara pengaruh total standar dari pengaruh langsung standar. Apabila pengaruh total standar sama dengan pengaruh langsung standar menunjukkan tidak terdapat pengaruh lain yang dapat mempengaruhi intensitas kemangkiran pegawai. Sebaliknya, jika pengaruh total standar tidak sama dengan pengaruh langsung standar maka dapat diketahui besarnya pengaruh masing-masing dari coefficient tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.Keadilan organisasional yang diproksikan dengan diskriminasi yang dirasakan berpengruh negatif secara signifikan terhadap kepercayaan pada pimpinan. Temuan penelitian ini konsisten dengan beberapa hasil penelitian, seperti Hopwood (1972); dan Lau et al. (2008) yang menemukan bahwa keadilan organisasional cenderung menambah kepercayaan bawahan kepada pimpinan. Demikian sebaliknya, diskriminasi yang dirasakan dapat menciptakan rendahnya kepercayaan pegawai pada pimpinan.
2.Keadilan organisasional yang diproksikan dengan diskriminasi yang dirasakan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap komitmen organisasi. Temuan penelitian ini konsisten dengan beberapa hasil penelitian, seperti Parker dan Kohlmeyer (2005) yang menyatakan secara keseluruhan diskriminasi yang dirasakan secara negatif mempengaruhi komitmen organisasi.
3.Keadilan organisasional yang diproksikan dengan diskriminasi yang dirasakan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap komitmen organisasi. Hasil Penelitian ini konsisten dengan Parker dan Kohlmeyer (2005), yang menemukan bahwa persepsi keadilan yang diproksikan dalam diskriminasi yang dirasakan (perceived discrimination) mempengaruhi tingkat intensitas kemangkiran pegawai.
4.Kepercayaan pada pimpinan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensitas kemangkiran pegawai. Dengan demikian, kepercayaan pada pimpinan tidak dapat menjadi variabel intermediasi antara pengaruh keadilan organisasional yang diproksikan dengan diskriminasi yang dirasakan terhadap intensitas kemangkiran pegawai.
5.Komitmen organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensitas kemangkiran pegawai di Pemerintah Daerah Kota Metro. Dengan demikian, komitmen organisasi tidak dapat menjadi variabel intermediasi antara pengaruh keadilan organisasional yang diproksikan dengan diskriminasi yang dirasakan terhadap intensitas kemangkiran pegawai. Oleh karena itu, penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya seperti Parker dan Kohlmeyer (2005) yang menemukan bahwa komitmen organisasi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap intensitas kemangkiran pegawai.


Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang diajukan sebagai berikut: Pertama, perlunya pimpinan organisasi pemerintah daerah untuk memperhatikan keadilan organisasional karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap kepercayaan pada pimpinan, dapat meningkatkan komitmen organisasi serta mengurangi tingkat intensitas kemangkiran pegawai. Kedua, keadilan organisasional meliputi: keadilan prosedural, keadila distributive dan keadilan interaksional; yang ciptakan dalam beberapa hal, seperti: konsistensi dari waktu ke waktu, akurasi data, adanya umpan balik dari pegawai, dan mendasarkan pada aspek moralitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar